Teori Kertas Putih dan Anakku


Teori “tabula rasa” sebagai kelanjutan pendapat Aristoteles, secara garis besar menganalogikan manusia ( bayi ) sebagai kertas putih dan menjadikan hitam atau berwarna lain, adalah pengalaman atau hasil interaksi dengan lingkungannya. Bagaimana dia jadinya kelak, tergantung bagaimana orang tuanya menorehkan pena kehidupan, bagaimana lingkungan dan dunia memberikan warnanya.

Teori pelaziman klasik, teori pelaziman operan dan social learning theory juga merupakan produk dari aliran ini.

Lalu aliran ini disempurnakan oleh aliran baru dalam dunia psikologi yaitu  humanistik. Secara garis besar bisa dikatakan bahwa psikologi humanistik melengkapi aspek-aspek dasar dari aliran psikoanalisis dan behaviorisme dengan memasukan aspek positif yang menentukan seperti cinta , kreativitas , nilai makna dan pertumbuhan pribadi. Psikologi Humanistik banyak mengambil penganut Psikoanalisis Neofreudian. Asumsi dasar aliran ini yang membedakan dengan aliran lain adalah perhatian pada makna kehidupan bahwa manusia bukanlah sekedar pelakon tetapi pencari makna kehidupan

Selanjutnya konsep dari tokoh aliran psikologi humanistik, yaitu Abraham Maslow, menyatakan “studi tentang orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya, mutlak menjadi fondasi bagi sebuah ilmu psokologis yang lebih semesta( Frank Goble,1993,34 )”. Aliran ini mengatakan bahwa ia lebih melihat pada yang mungkin dan harus ada, daripada metode statistik yang serba rata rata. Dikatakan bahwa Psikologis humanistik tidak menekankan penelitian eksperimen pada “makluk hidup” tetapi pada kodrat manusia beserta sifat-sifat manusia yang positip.Dengan demikian pendekatan yang dilakukan bersifat multi displiner lebih luas lagi, da bisa dikatakan lebih menyeluruh menyentuh segala aspek permasalahan umat manusia.  Dalam teorinya  Maslow mengatakan tentang “Hirarkhi Kebutuhan Manusia”. Teori ini menyatakan bahwa manusia akan dapat mengaktualisasikan diri dan percaya diri, manakala kebutuhan akan makanan, kesehatan, rasa aman dan diterima dalam suatu kelompok terpenuhi.

Adapun bagan Hirarkhi kebutuhan Abraham Maslow tersebut adalah:

Kebutuhan untuk aktualisasi diri: kesempatan dan kebebasan untuk merealisasikan cita-cita atau harapan individu

V

V

Kebutuhan untuk dihargai: pemberian penghargaan atau reward, mengakui hasil karya individu

V

V

Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi: kesempatan yang diberikan untuk menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain

V

V

Kebutuhan akan rasa aman dan tentram: lingkungan yang bebas dari segala bentuk ancaman

V

V

Kebutuhan fisiologis dasar: pekerjaan, pendidikan, makanan, pakaian, perumahan

 Sebagai seorang ibu yang baru mulai “menggambar” kadang saya berharap ada buku manual pasti yang memberitahu bagaimana caranya menggambar, ukuran dan takaran serta alat yang digunakan. Sayang sekolah dan buku semacam itu tidak ada karena semua harus kita lakukan dan pelajari sendiri. Meskipun banyak buku dan ahli psikologi anak, namun bagi saya pendapat dan teori tersebut hanya sebagai contoh dasar. Sisanya memang harus learning by doing, TRY AND ERROR dengan harapan melakukan kesalahan sesedikit mungkin dengan belajar, membuka panca indera terhadap lingkungan, alam dan pengetahuan.

Tidak mudah memang mengajarkan kehidupan, keimanan, ilmu, disiplin, kasih sayang,  selalu menepati janji, teposliro, sabar dan terus berusaha pantang menyerah serta banyak hal yang akan menjadi bekal hidupnya nanti, dengan hal sederhana. Apalagi membesarkan anak bukan hanya memberikan pelajaran tentang ini itu, atau membuat aturan, atau memberi tahu dan memberikan “textbook”. Saya percaya bahwa anak belajar kehidupan melalui seluruh indranya, pikirannya (otak), emosinya dan hatinya. Mereka tidak hanya mendengar apa yang kita katakan tapi juga melihat dan meniru apa yang kita contohkan. Yang pasti, semua itu tidak mudah, tapi saya percaya bahwa saya bisa. Saya hanya berusaha memberikan yang terbaik, mencukupi kebutuhannya, buka mata, telinga dan hati, bersabar berusaha sebaik mungkin, dan  berdoa. Saya juga berusaha untuk konsisten antara ajaran, dan perbuatan saya sendiri sebagai contoh.  Sisanya saya serahkan pada kehendakNya, alam dan dirinya sendiri.

TIDAK MUDAH MEMANG, TAPI SAYA TAHU SAYA BISA

Shinta K, 23 Juli 2011

 

Bila seorang anak hidup dengan kritik, Ia belajar untuk menyalahkan.

Bila seorang anak hidup dengan rasa benci, Ia belajar bagaimana berkelahi.

Bila seorang anak hidup dengan ejekan, Ia belajar menjadi pemalu.

Bila seorang anak hidup dengan rasa malu, Ia belajar merasa bersalah.

Bila seorang anak hidup dengan toleransi, Ia belajar menjadi sabar.

Bila seorang anak hidup dengan semangat, Ia belajar kepercayaan diri.

Bila seorang anak hidup dengan pujian, Ia belajar untuk menghargai.

Bila seorang anak hidup dengan rasa adil, Ia belajar tentang keadilan.

Bila seorang hidup dengan rasa aman, Ia belajar memiliki iman.

Bila seorang anak hidup dengan persetujuan, Ia belajar menyukai dirinya sendiri.

Bila seorang anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan, Ia belajar mencari cinta dalam dunia.

Bila seorang anak hidup dengan kritik, Ia belajar untuk menyalahkan.

Bila seorang anak hidup dengan rasa benci, Ia belajar bagaimana berkelahi.

Bila seorang anak hidup dengan ejekan, Ia belajar menjadi pemalu.

Bila seorang anak hidup dengan rasa malu, Ia belajar merasa bersalah.

Bila seorang anak hidup dengan toleransi, Ia belajar menjadi sabar.

Bila seorang anak hidup dengan semangat, Ia belajar kepercayaan diri.

Bila seorang anak hidup dengan pujian, Ia belajar untuk menghargai.

Bila seorang anak hidup dengan rasa adil, Ia belajar tentang keadilan.

Bila seorang hidup dengan rasa aman, Ia belajar memiliki iman.

Bila seorang anak hidup dengan persetujuan, Ia belajar menyukai dirinya sendiri.

Bila seorang anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan, Ia belajar mencari cinta dalam dunia.

– Dorothy Law Nolte –

 

Anak kecil yang tumbuh dengan kebiasaan

ditakut-takuti bayangan atau suara-suara hantu,

akan tumbuh menjadi remaja

yang takut terhadap yang tidak diketahuinya.

 

Sehingga mereka menjadi orang dewasa

yang takut terhadap ketidak-pastian masa depan;

karena, yang akan terjadi – terbayang

sama menakutkannya dengan ancaman momok

di masa kecil mereka.

 

Sebaiknya kita tidak menumbuhkan

anak-anak yang penakut.

 

Mario Teguh

 

Di tangan anak-anak, kertas menjelma perahu Sinbad yang tak takluk pada gelombang, menjelma burung . yang jeritnya membukakan kelopak-kelopak bunga di hutan; di mulut anak-anak, kata menjelma Kitab Suci.

“Tuan, jangan kauganggu permainanku ini.”

Perahu Kertas,

Kumpulan Sajak, Sapardi Djoko Damono

1982.

, ,

One response to “Teori Kertas Putih dan Anakku”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *