Gara gara ngak bisa makan model prasmanan, alhasil pulang dari Reuni SMA 3 Padmanaba perut keroncongan. Rencana awal sih mau naik busway sampai UKI (mumpung busway gratis) trus nyambung naik 58 sampai kampung 2 dan jalan kerumah. Alhamdulilah, ada temen yang mau pulang ke Bogor nawarin tebengan sampai UKI, yahh lumayan kan nggak perlu ngantri busway yang penuh (karena gratisan) dan nyebrang jembatan penghubung mampang yang cukup panjang. Turun di UKI mulai berhitung, lalu memutuskan untuk naik taksi ke Besqi biar bisa makan sekaligus nyari kado buat ponakan di tempat toko favorit. Plus badan tiba tiba panas dingin dan mual. Biasanya kalo dah gini, butuh pengeluaran atas bawah hehehe. Pilihan pakai taksi adalah yang terbaik, meski mulai menghitung uang di dompet karena lupa mampir ATM.
Sampai di Besqi, tujuan pertama tentu toilet. Setelah itu langsung mencari tempat makan dengan pertimbangan makanan, tampilan dan tentusaja harga. Pemenangnya adalah nasi timbel di resto O*** yang harganya lumayan terjangkau, dan tempatnya lumayan. Duduk di meja sebelah, sepasang ibu ibu dengan tas LV dan Prada ( (entah asli atau KW ), bersama anaknya usia 5-10 tahunan.
Bukan maksud hati nguping, tapi apa daya, iseng makan sendirian plus volume mereka juga 6 (skala 1-10) alhasil terdengarlah obrolan ibu LV dan ibu Prada. Mulai dari pamer habis belanja tas harga 500.000, si A simpanan si om ini sampai urusan arisan jutaan dan belanjaan temannya yang cuma (?) 25.000 sehari dan dianggap pelit.
Pesananku tiba dan mulailah niat serius ngisi perut, saat seorang bocah (awalnya saya kira masih 8-10 tahun atau kelas 4 SD lah) ganteng, sederhana dan wajah senyum menghampiriku dengan sopan.
“Ibu, makan nasinya pakai krupuk ikan enak lho. Beli krupuk saya ya bu.”
“Krupuk”
“iya, Harganya 3500 tapi kalau ibu beli 10.000 dapat 3. Bos saya belinya kiloan bu, trus diplastikin kecil kecil biar gampang jualnya. Keuntungannya buat saya akan saya kumpulkan untuk masuk SMP bu” sambil tersenyum sopan.
“masuk SMP siapa?”
“Saya bu. tahun ini saya masuk SMP. ”
“Ya sudah, mau dong 10.000 saja.” (saya beli karena memang pingin krupuk dan nggak kepikir apakah krupuk itu mahal atau murah)
“Ini bu, 3 ya. tapi maaf, saya nggak punya plastik. mahal bu. nggak ada untungnya nanti. Boleh saya masukan ke tas ibu ini saja” Katanya sambil nunjuk ke tas goodybag hasil reuni tadi. wah itu kan ada baju kotor hehehe jangan dong.”
“Nggak usah, tarok saja di meja. Kan mau langsung saya makan”
“Oh gitu, boleh saya bukakan?”
“Boleh. Rumahmu dimana?”
“Jati bening ujung bu (hemmm dimana itu ya?)” Katanya sambil mulai berusaha buka plastik yang lumayan alot.
“Jauh dong, naik apa kesini”
“Naik angkot bu” dengan masih susah payah buka plastik
“sudah nggak usah dibuka, nanti saya buka pakai gunting deh.”
“Makasih ibu, selamat sore, assalamualaikum” katanya senyum dengan sopan sambil mengulurkan tangan cium tangan.
Luar biasa. Disaat diluar sana banyak orang/anak yang memilih cara yang mudah dengan menadahkan tangan meminta, si bocah memilih jualan krupuk yang rasanya sih untugnya nggak seberapa.
Niat serius makan ternyata kembali gagal ketika suara ibu LV sebelah agak meninggi.
“Berapa? 3500? mahal amat? Saya beli biasanya cuma 3000 kok”
“Yah nggak bisa bu. memang segitu harganya kalau ibu beli 3 harganya 10.000. dan untungnya sedikit untuk saya masuk SMP”
“Halah, alasan aja nih. Kalau mau minta uang bilang aja. 3000 satu atau aku nggak mau beli. Nih 500”
“Nggak bu, saya nggak mau minta kok. Kalau ibu tidak membeli juga nggak papa. Makasih bu, Assalamualaikum”
“Ehhh tunggu. Ya udah sini. Ini saya amal ya buat kamu. saya beli 3” (waksssss amal kok bilang bilang? jadi ingat pelajaran iklas dari Kyai Hasan Basri bertahun tahun yang lalu. Kalau iklas jangan bilang dan lupakan)
“Saya juga mau amal deh, nih 10.000” saut ibu Prada
“Iya bu, ini krupuknya, 6 ya bu. Tapi maaf saya nggak punya plastik”
“Gimana sih ! niat nggak jualan? trus saya bawa krupuknya gimana?” (PLISSSSSSSSSSSS DEEEEEEEEEHHHH itu tas LV dan PRADA segede gaban bisa muat deh krupuk 10 bungkus juga.) haduhhh kenapa jadi aku yang emosi ya. padahal anak itu tetep pasang muka senyum dan lempeng.
Sekali lagi si anak minta maaf dan pamit mengucapkan salam. Seperginya anak itu aku kembali tersadar dari bengong dan pinjam gunting ke kasir untuk buka krupuk. Tiba tiba ibu LV nyolek dan bilang
“Enak nggak krupuknya? beli di bocah tadi kan? coba satu ya. punya saya masih belum dibuka, susah. pingin nyobain aja. makasih”sambi nyomot satu dari plastikku. Antara kaget, takjub dan nggak iklas membuatku terdiam (kayaknya mas mas yang layanin dan mbak mbak kasirnya senyum senyum liat ekspresiku deh).
“ih enak ya. Tahu enak tadi aku beli 10 deh. murah lagi. Padahal kalau di G*** biasanya sekantong isi 10 gini kan 5000. ” huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa GGGUUUBRAKKKKKKKKKKZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZ
Ini adalah tulisan ketiga setelah 2 x draft sebelumnya terhapus begitu saja.
One response to “Berusaha, Iklas dan Sabar”
Hemmm,,,,,ikhlas memang susah ya