Dalam sebuah keluarga, permasalahan ini seringkali muncul. Apa yang akan Anda lakukan jika sanak saudara atau sahabat yang memiliki kebiasaan untuk meminta bantuan keuangan atau meminjam uang dan tidak tahu apakah akan kembali atau tidak kepada Anda? Ternyata Anda tidak sendirian.
Dewi (33th), seorang pegawai swasta yang memiliki gaji lumayan yang dapat membuat hidupnya nyaman dan kecukupan. Sayangnya, gaji yang seharusnya lebih dari cukup untuk biaya hidup yang menyenangkan dan tabungan hari tua itu entah kemana. Menurut Dewi, gajinya selama ini seperti hanya numpang lewat. “Ada hal lain yang membuatku tidak bisa mencukupi kebutuhanku apalagi menabung. Dan hal lain itu adalah saudaraku sendiri,” kata Dewi.
Dewi memiliki seorang saudara perempuan, Anita, yang sedang memiliki masalah keuangan. Bahkan Anita seringkali menggunakan kartu kredit Dewi untuk membeli keperluannya. Sayangnya, Anita sering lupa membayar tagihan dan bunganya. Dia juga sering lupa membayar sewa rumah dan sebagainya, dimana Anita menggunakan nama Dewi sebagai penanggung. Alhasil, Dewi harus menutup tagihan ini ditambah dengan denda keterlambatan. “Biasanya Aku tak tega menagih biaya keterlambatan ini padanya. Padahal aku juga harus membayar tagihan dan keperluanku sendiri,” keluh Dewi.
Hal yang sama juga dialami oleh Ina ibunda Sony. Sony sebenarnya sudah menikah dengan Arni. Namun mereka masih tinggal bersama Ina. Mereka juga sudah memiliki satu putra dan penghasilan sendiri. Namun setiap bulan, tak sepeserpun Ina menerima uang dari Sony maupun Arni. “Jangankan untuk belanja bulanan, untuk bayar telepon, listrik bahkan susu anaknyapun dari saya,” kata Ani. Padahal, sebagian besar tagihan yang harus dibayar Ina bukan untuk keperluannya sendiri melainkan keluarga anaknya. Bahkan sang menantu sering dengan entengnya mengatakan “Ma, susu adik habis, beliin dulu ya nanti saya ganti.” Dan tidak pernah sekalipun menantunya itu memberikan gantinya. Hal yang sama juga terjadi saat debt collector datang kerumah menagih hutang pada anak dan menantunya. Seringkali Inalah yang harus menghadapi mereka.
Pinjaman yang terus menerus dan permintaan bantuan yang tiada akhir ini ternyata menjadi beban emosional tersendiri bagi orang-orang seperti Dewi dan Ina. “Aku sering mencoba mengajaknya bicara dengan baik-baik dan membantu Anita untuk menyelesaikan masalah keuangannya sendiri, mengajarkannya bagaimana melakukan budgeting dan tanggung jawab membayar kredit belanjaannya sendiri,” kata Dewi. “Tapi sepertinya dia tidak mengerti dan tidak pernah merasa ada yang salah. Ia selalu mengembalikan semuanya padaku, dan selalu berkata bahwa akulah saudaranya satu-satunya tempat dia bersandar. Sebagai saudara, akulah yang harus membantunya. Yang lebih menyakitkan lagi, dia membuatku merasa tidak melakukan apa-apa untuk membantunya dan ingin menelantarkannya.” Bagi Dewi, Anita adalah tanggung jawabnya. “Saya tumbuh dari keluarga yang percaya bahwa keluarga adalah milik kita satu-satunya yang harus dijaga dan didukung sampai bisa berdiri sendiri,” tambah Dewi.
Begitu juga dengan Ina. Sony selalu menganggap bahwa wajar jika mereka menjadi tanggung jawab ibunya. “Masak sih ibu mau hitung-hitungan sama anaknya,” kata kata inilah yang selalu membuat Ina diam. Jika Ina mulai meminta bantuan keuangan untuk membayar tagihan, Arni selalu menganggap ibu mertuanya terlalu perhitungan dan akibatnya Inapun bertengkar dengan Sony. Belum lagi jika sang cucu dijadikan “alat “. Meski akhirnya mengalah, Dewi dan Ina tetap merasakan saudara dan anaknya sebagai beban, baik secara ekonomi maupun secara emosional. Dan ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Kadang keduanya menatap orang-orang yang dicintainya sambil bertanya “apa yang kalian lakukan padaku?” namun jawabnya selalu maaf dan cinta. “aku selalu tidak ingin melukai mereka, dan berharap mereka sadar dan berhenti menyakitiku,” kata keduanya.
Seorang ahli finansial, Suze Orman, dalam websitenya mengatakan hal seperti ini terjadi di seluruh dunia. “Mereka jelas saling mengasihi dan saling menjaga satu sama lain, Namun bagaimana jika saya katakan bahwa tindakan yang sehraunya menjadi bukti cinta ini sebenarnya malah akan menghancurkan masa depan orang yang Anda kasihi? Termasuk juga cucu Ina? Akankah mereka masih melakukannya?”
Menurut Suze, saat bicara tentang uang dan hubungannya dengan orang-orang terdekat, baik itu sahabat maupun saudara kebanyakan orang akan bilang iya. Dan sebagian besar kata iya ini berasal dari ketakutan. “Katakutan akan dianggap tidak sayang lagi, dianggap tidak perduli dan sebagainya. Ketakutan dia tidak akan mencintai Anda lagi, dan hal-hal semacam itu,” kata Suze, “Kita harus belajar untuk berkata tidak pada orang yang kita sayangi, jika saatnya tiba.”
Dalam kasus seperti Dewi dan Ina, Suze ingin tahu apa yang mereka kira akan dipikikan Anita, Sony dan Arni serta cucu Ina jika mereka berdua keluar dari kehidupan orang disayanginya secara finansial? Hal ini penting karena jika keputusan itu diambil, tidak boleh tanggung-tanggung. Jangan sampai jika saat ini kita minta melakukan tanggung jawabnya sendiri namun dilain waktu kita memberikan kelonggaran itu kembali. Karena sedikit banyak Dewi dan Anita juga ikut andil dalam permasalahan ini. “jika Anda memperbaiki permasalahan keuangan semacam ini dengan memberikan uang, maka Anda tidak menyelesaikan apapun. Anda membiarkan permasalahan itu tetap ada,” kata Suze. “Memang mengatakan ya dan memberikan apa yang mereka minta merupakan jalan yang terlihat paling mudah, dibanding dengan mengatakan tidak dan membiarkan mereka menghadapi masalah mereka dan belajar menyelesaikannya sendiri dan memahami untuk lebih hati-hati di masa nanti,” tamba Suze.
Meskipun niatnya adalah berbagi, membantu dan saling menjaga, tatapi benarkah demikian? “Sebenarnya yang mereka bagi adalah jalan menuju kegagalan dan kemisikinan. Mereka membagi ketidak berdayaan dan masalah keuangan, bukan uang itu sendiri. Kalau Anita dan Ina membagi uangnya, maka sebaliknya orang yang mereka kasihi membagi “tidak punya apa-apa” mereka,” terang Suze.
Bagi Anita, dan Sony sekeluarga, setiap kali mereka berbelanja, mereka menggunakan uang yang tidak pernah mereka miliki, dan ini menjadi sebuah kebiasaan. Setiap kali menghindari tanggung jawab keuangan Mereka dan menikmatinya, maka itu menjadi sebuah gaya hidup yang sulit diingkari. Dan ini adalah sebuah kebohongan finansial yang menyesatkan. Sebuah kebohongan yang membuat orang yang tidak Anda sayangi terjebak dalam kehidupan keuangan palsu. Mereka tidak berpijak di kaki mereka sendiri dan lebih parahnya lagi, mereka tidak menyadarinya. Andapun telah terjebak dalam kebohongan finansial karena hal ini. Jadi hentikan sekarang juga dan berubah. Hiduplah sebagai diri Anda sendiri, yang bertanggung jawab pada keuangan Anda sendiri. Dan lakukan hal yang sama pada orang disekitar Anda.
One response to “Terjebak Dalam Kebohongan Finansial Karena Rasa Sayang”
klo menurut saya, ya… selain tegas untuk ngomong tidak, si Anita harus di kasih pengertian mengenai melek financial, klo ngak akan sial terus, klo untuk orang yang seneng banget belanja mending belanja ini saja (emas) belanja malah untung besar. temukan rahasiannya. http://rahasia.in/emas dijamin bisa untuk tabungan masa pensiun. 🙂 bukan promosi == hanya berbagi. sukses2you