Sejarah
Dikisahkan, pada sekitar tahun 1800-an, saat perang antara penjajah Belanda dengan kerajaan Mataran, banyak dari para bangsawan melarikan diri ke berbagai tempat di pelosok pulau Jawa.
Salah satunya adalah seorang bangsawan kerajaan Mataram bernama Rangga Jagad Syahadana yang lahir pada tahun 1770, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Mbah Jalun yang menjadi buronan bangsa Belanda.
Dalam salah satu pelariannya, Syahadana melintasi kota Cirebon dan Kuningan dimana kemudian dia bertemu dan menikahi seorang wanita asal kota Kuningan Jawa Barat tersebut pada tahun 1808. Pelariannya terus berlanjut, menghindari kota bogor yang ramai, melewati Gunung Gede dan Gunung Pangrango hingga akhirnya dia menemukan sebuah hutan lebat dengan air jernih yang mengalir serta pemandangan yang indah di kawasan Banten. Sehingga akhirnya dia memutuskan untuk menetap di tempat tersebut bersama istrinya.
Pada tahun 1814, pasangan tersebut dikaruniai seorang putra yang kemudian diberi nama Rangga Jaka Lulunta. Sebagai ungkapan suka cita dan rasa cintanya, Syahadana membangun sebuah danau dengan tangannya sendiri dibantu dengan peralatan sederhana seperti kulit kerbau untuk mengangkut tanah dan menamainya “Situ Gunung” yang berarti “Danau di Gunung”.
Akhirnya Belanda mencium keberadaannya di tempat tersebut. Namun ketika bangsa Belanda datang ketempat tersebut, mereka sangat takjub dengan keindahan tempat tersebut apalagi danau tersebut adalah karya seorang buronan.
Selama melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda yang dilakukan dengan berpindah-pindah beliau pernah beberapa kali tertangkap yaitu, tahun 1810 di Sumedang, tahun 1840 di Cisaat Sukabumi.
Pada tahun 1840, Mbah Jalun tertangkap dan akan dijatuhi hukuman gantung di alun-alun Cisaat, tetapi berhasil melarikan diri dengan meninggalkan anak dan istrinya. Syahadana akhirnya wafat tahun 1841 di daerah Bogor. Namun, hingga saat ini makamnya masih dirahasiakan oleh keturunannya.
Telaga Situgunung kemudian diambil alih secara paksa oleh Belanda, dan dibangun kembali pada tahun 1850. Di kawasan tersebut pernah dibangun perhotelan dengan nama Hotel Situgunung.
Kawasan ini telah diteliti oleh beberapa peneliti bangsa Belanda yaitu diantaranya adalah : Reinwardt (1819), Junghun (1839 – 1861), JE. Teysman(1839). AR Walace (1861), SH Koorders (1890), Treub (1891), Dr. Van Leuweun (1918) dan CGGJ Van Steenis (1920-1952) yang membuat koleksi tumbuh-tumbuhan sebagai dasar penyusunan sebuah buku berjudul “Mountain Flora of Java”.
Puspa (Schima wallichii), rasamala (Altingia excelsa), dan jenis-jenis dari keluarga Fagaceae. Jenis-jenis selain tersebut diatas terdapat juga damar (Agathis sp.), saninten (Castanopsis argantea), hamirung (Vernones arborea), gelam (Eugenia fastigiata), kisireum (Cleistocalyx opertculata), lemo (litsea cubeba), balektebe (litsea sp.), suren (Toona sureni), riung anak (Castanopsis javanica), walen (Ficus ribes), merang (Hibiscus surattensis), Kipanggung (Trevesia sondaica), kiputat (Planchornia valida), Kareumbi (Homolanthus populnea), manggong (Macaranga rizoides), adalah jenis-jenis yang mendominasi pada sub Montana.
Dalam perkembangan selanjutnya sebagai realisasi untuk mengikutsertakan Perum Perhutani Taman Wisata Tangkubanparahu termasuk salah satu dari 18 lokasi Taman Wisata di Pulau Jawa yang pengusahanya diserahkan kepada Perum Perhutani. Dan pada tanggal 4 Juni 1990, SK Dirjen tersebut dicabut/diganti dengan SK Menteri Kehutanan No. 184/Kpts-II/1990.
Sebagai tindak lanjut dari Surat keputusan tersebut maka disusunlah Rencana Karya Lima Tahun Tahap II sebagai dasar pelaksanaan selama lima tahun (1997 ? 2001) yang terarah dan terinci. Sejak tahun 1990, hak pengusahanya telah diserahkan kepada Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, dan sejak tahun 1997 di-KSO-kan dengan PT Shorea Barito Wisata.
Secara astronomis kawasan Situgunung terletak antara 106 54’37’ ? 106 55’30’ Bujur Timur 06 39’40’ ? 06 41’12’ Lintang Selatan, latittude: -6.83333333333 longitude: 106.916666667. Berada pada ketinggian 950-1035 meter diatas permukaan laut, dengan rata-rata suhu antara 18-28 derajat Celcius dengan curah hujan rata-rata pertahun 3385 mm. Memiliki topografi datar hingga bergelombang dan berjarak kurang lebih 25 Km dari kota Sukabumi dengan luas area sekitar 20,5 hektar. Lokasinya merupakan bagian dari zona pemanfaatan intensif Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Menurut Schmidt dan Perguson TWA Situgunung mempunyai tipe iklim B. Curah hujan rata-rata 1.611 ? 4.311 mm per tahun dengan 106-187 hari hujan per tahun. Suhu udara berkisar antara 160 C ? 280 C dan kelembaban rata-rata 84 persen.
Fasilitas
Berbagai sarana untuk memberikan kenyamanan dan kepuasan wisatawan yang berkunjung di TWA Situgunung diantaranya telah tersedia:
1. Pesanggrahan: tersedi 4 buah pesanggrahan dan sebuah gedung serbaguna yang dapat menampung 200 orang.
2. Bumi perkemahan: Areal perkemahan seluas 5ha dibawah tegakan hutan damar memiliki fasilitas berkemah yang cukup lengkap.
3. Pusat informasi dan pelayanan: sarana ini dimaksudkan sebagai tempat memberikan penerangan dan informasi tentang kawasan serta peraturan-peraturan lainnya.
4. Jalan setapak: jalan setapak yang dibuat dengan maksud untuk memperlancar dan sekaligus memberi petunjuk bagi wisatawan tentang potensi-potensi yang ada dalam kawasan, karena jalan setapak ini dibuat sebagai penghubung tempat-tempat yang mempunyai potensi dan atraksi wisata.
5. Kafetaria: menyediakan dan melayani kenutuhan makanan dan minuman bagi wisatawan.
6. Kios Cenderamata: sarana ini diperuntukan guna memenuhi kebutuhan wisatawan akan kenang-kenangan atau tanda mata.
7. Shelter/kopel: Bangunan ini dapat dipakai sebagai tempat bersantai sambil menikmati pemandangan alam.
8. Fasilitas lainnya: tempat parkir, musholla, MCK, dermaga, taman bermain dan teater alam.
Aksesbilitas
Lokasi TWa Situgunung dapat dicapai dengan mudah. Sarana yang tersedia untuk menuju lokasi dapat dilakukan dengan angkutan umum atau ojeg motor yang ada dikecamatan Cisaat. Jarak dari kota Sukabumi dengan TWA Siugunung 15km dengan waktu tempuh yang diperlukan sekitar 30menit.
Selain itu disana juga tersedia fasilitas tukang palak kalo liat ada yang bawa kamera. lihat.
Mengenai Kerajaan Mataram, bisa melihat link berikut http://en.wikipedia.org/wiki/New_Mataram
*dari berbagai sumber
11 responses to “Taman Wisata Alam Situ Gunung”
maaf, bisa minta alamat pesanggrahan situ gunung???
pesanggrahan yang mana dulu nih ?
kalo yang di situ gunung yaa disitu gunungnya, di dekat danaunya itu.
kalau menyebut alamat saya kebetulan ngak hafal 😀
kalau saya minta nomor telepon situ gunung ada? contact person untuk TWA Situ Gunung?
Terima Kasih
wah sayang saya tidak punya. mungkin bisa dilihat di via google untuk menemukan kontak person disana.
educational sex positions
Di Situ Gunung ada lintah penghisap darahnya gak ya?
Mustinya sih ada. Emang buat apa tuh lintah ?
Kenapa tidak di cantumkan no tlpn nya….??
Nomor telepon mana yang dimaksud ?
Apakah sekarang danau tersebut masih ada?atau sudah dibangun perhotelan?
Sayang saya belum mampir kesana lagi jadi kurang tau apa sudah ada perhotelan atau belum.
Tapi danaunya sih masih ada harusnya